Sabtu, 10 Mei 2014

Primadona pada Pameran Seni Rupa



Primadona pada Pameran Seni Rupa

Seperti pameran seni rupa pada umumnya, pembukaan selalu menjadi primadona. Dihadiri banyak orang, mendapat banyak sambutan, semua panitia pelaksana tersenyum riang menyaksikan buah kerja dari kerja keras mereka berhari-hari dan pada pembukaan pula galery seolah dihidupkan oleh keramaian pengunjung yang datang.
Hal itu pula yang  dialami ketika menghadiri sebuah pembukaan pameran seni rupa pada 16 Desember 2013 yang diadakan oleh jurusan seni rupa murni ISI Surakarta di UPT Galeri ISI Surakarta. Mengangkat judul Decade “The Journey of Story and History”. Pameran tersebut dihelat untuk memperingati sepuluh tahun jurusan tersebut di ISI Surakarta.
Malam itu acara berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh beberapa pejabat dan dibuka oleh rektor ISI Surakarta. Tidak hanya dibuka oleh rektor, setelah pameran dibuka, pengunjung yang datang disuguhi oleh penampilan musik percution dari radjiman dan the latar jembar. Walaupun malam itu hujan sempat turun dan pemukaan sempat mundur beberapa menit namun tidak menghalangi pengunjung untuk datang dan mengapresiasi karya seni yang dipamerkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang nyaris mencapai 100 orang malam itu.
Pembukaan pameran memang selalu menjadi primadona, seperti halnya malam pembukaan pameran Decade. Lalu bagaimana dengan hari berikutnya, pameran pada jadwal berlangsung sampai dengan tanggal 21 Desember 2013. Namun sehari setelah pembukaan berlangsung tepatnya selasa 17 Desember 2013 ada dua mahasiswa luar kampus hendak datang menyasikan pameran, namun sayang mereka tidak bisa masuk dan mengapresiasi karya-karya yang dipamerkan. Malam itu sekitar pukul delapan malam mereka tiba di galeri ISI Surakarta namun kondisi galeri sepi dan tak ada satu orang panitia bahkan petugas keamanan yang menjaga. Mungkin karena menggunakan fasilitas kampus sehingga terbatas waktu, namun setelah dicros check pada ketua panitia memang tidak ada yang ditugaskan untuk menjaga galeri pada hari itu.
 Hari berikutnya pun galeri masih sepi tanpa penjagaan. Lantas bagaimana dengan keamanan material yang digunakan dalam pameran seperti materi instalasi dan karya-karya yang didisplay. Miris memang ketika pada malam pembukaan pameran semua bersenang-senang dan keesokan harinya galery beserta karya-karyanya menjadi selir yang jarang dijamah. Pembukaan memang masih menjadi primadona dan hari berikutnya seolah menjadi penting nggak penting. Namun akan bebeda ketika pameran dilakukan di luar kampus, misal saja di Galeri Taman Budaya Jawa Tengah, masih ada segelintir panitia yang menjaga katalog dan buku tamu. Setidaknya hal itu sudah memanusiakan karya-karya yang dipamerkan dari pada hanya sekedar di pajang lalu menunggu jadwal penurunan karya. Kenapa bisa berbeda ketika dilakukan di lokasi yang tak sama?
Menejemen seni nampaknya masih mejadi permasalahan dalam berkegiatan. Dan entah kenapa seringnya permasalahan justru datang dari internal, sehingga kerap kali terlihat kurang adanya kesiapan yang matang. (fajar hidayah)