Primadona pada Pameran Seni Rupa
Seperti pameran seni rupa pada
umumnya, pembukaan selalu menjadi primadona. Dihadiri banyak orang, mendapat
banyak sambutan, semua panitia pelaksana tersenyum riang menyaksikan buah kerja
dari kerja keras mereka berhari-hari dan pada pembukaan pula galery seolah
dihidupkan oleh keramaian pengunjung yang datang.
Hal itu pula yang dialami ketika menghadiri sebuah pembukaan
pameran seni rupa pada 16 Desember 2013 yang diadakan oleh jurusan seni rupa murni
ISI Surakarta di UPT Galeri ISI Surakarta. Mengangkat judul Decade “The Journey
of Story and History”. Pameran tersebut dihelat untuk memperingati sepuluh
tahun jurusan tersebut di ISI Surakarta.
Malam itu acara berlangsung sangat
meriah, dihadiri oleh beberapa pejabat dan dibuka oleh rektor ISI Surakarta. Tidak hanya dibuka oleh rektor,
setelah pameran dibuka, pengunjung yang datang disuguhi oleh penampilan musik
percution dari radjiman dan the latar jembar. Walaupun malam itu hujan sempat
turun dan pemukaan sempat mundur beberapa menit namun tidak menghalangi
pengunjung untuk datang dan mengapresiasi karya seni yang dipamerkan. Hal ini
dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang nyaris mencapai 100 orang malam itu.
Pembukaan pameran memang selalu
menjadi primadona, seperti halnya malam pembukaan pameran Decade. Lalu
bagaimana dengan hari berikutnya, pameran pada jadwal berlangsung sampai dengan
tanggal 21 Desember 2013. Namun sehari setelah pembukaan berlangsung tepatnya selasa
17 Desember 2013 ada dua mahasiswa luar kampus hendak datang menyasikan
pameran, namun sayang mereka tidak bisa masuk dan mengapresiasi karya-karya
yang dipamerkan. Malam itu sekitar pukul delapan malam mereka tiba di galeri
ISI Surakarta namun kondisi galeri sepi dan tak ada satu orang panitia bahkan
petugas keamanan yang menjaga. Mungkin karena menggunakan fasilitas kampus
sehingga terbatas waktu, namun setelah dicros check pada ketua panitia memang
tidak ada yang ditugaskan untuk menjaga galeri pada hari itu.
Hari berikutnya pun galeri masih sepi tanpa penjagaan.
Lantas bagaimana dengan keamanan material yang digunakan dalam pameran seperti
materi instalasi dan karya-karya yang didisplay. Miris memang ketika pada malam
pembukaan pameran semua bersenang-senang dan keesokan harinya galery beserta
karya-karyanya menjadi selir yang jarang dijamah. Pembukaan memang masih
menjadi primadona dan hari berikutnya seolah menjadi penting nggak penting. Namun
akan bebeda ketika pameran dilakukan di luar kampus, misal saja di Galeri Taman
Budaya Jawa Tengah, masih ada segelintir panitia yang menjaga katalog dan buku
tamu. Setidaknya hal itu sudah memanusiakan karya-karya yang dipamerkan dari
pada hanya sekedar di pajang lalu menunggu jadwal penurunan karya. Kenapa bisa
berbeda ketika dilakukan di lokasi yang tak sama?
Menejemen seni nampaknya masih mejadi
permasalahan dalam berkegiatan. Dan entah kenapa seringnya permasalahan justru
datang dari internal, sehingga kerap kali terlihat kurang adanya kesiapan yang
matang. (fajar hidayah)