Wayang Rajakaya
"lahir di Solo dan Berkembang di Berlin"
Seorang pria tinggi besar tengah duduk bersila di samping monitor dan didampingi oleh seorang wanita barat dengan kamera di tangannya. Di dalam ruangan yang tak begitu luas itu pula duduk beberapa orang yang tengah serius mendengarkan apa yang pria itu sampaikan. Muncul guyonan di sela-sela perbincangan malam itu. Sosoknya yang humoris mulai melebur dengan orang-orang yang duduk dihadapannya.
Demikianlah gambaran suasana malam itu. 5 Agustus 2013 di Tugitu Space tengah berlangsung diskusi seni rupa yang mengundang Herlambang Bayu Aji. Pria yang akrap disapa Bayu ini adalah seorang perupa sekaligus dalang. Dalang yang memainkan tokoh-tokoh yang dibuatnya sendiri. Wayang Rajakaya adalah karyanya yang sudah membawanya sampai ke benua Eropa khususnya di negara Jerman.
Wayang Rajakaya pertama kali diciptakan tahun 2005. rajakaya sendiri diambil dari bahasa Jawa yang artinya binatang ternak. Dalam masyarakat Jawa kuno binatang ternak sendiri dianggap sebagai investasi. Hal ini dikarenakan jaman dulu masih belum ada investasi berupa tabungan, barang elektronik dan lain sebagainya. Cerita yang diangkat dalam pertunjukan menggunakan cerita binatang (fabel) dan tokoh-tokohnya sendiri juga berupa binatang.
Kombinasi dari wayang kancil dan wayang purwa yang menghasilkan jenis wayang baru. Dimana wayang kancil menggunakan figur-fugur binatang dan mengangkat cerita binatang namun masih dengan tampilan realis. Sementara wayang Rajakaya anak wayangnya sudah memiliki kesamaan dengan wayang Purwa. Binatang-binatang sudah berdiri dengan dua kaki serta tampilan simbolik dan dekoratif.
Eksplorasi seni rupa ini tercetus ketika Bayu menggarap Tugas Akhir S1-nya di Prodi Seni Lukis, jurusan Seni RupaMurni, fakultas Seni Rupa dan Sastra Universitas Sebelas Maret (UNS). Ketika itu Bayu sedang beristirahat di ruangannya. Memandang lukisan-lukisan yang terpajang di dinding ruangan itu. Terbayang olehnya bahwa lukisan itu memiliki figur. Entah berupa manusia, robot atau binatang. Ketika figur-figur lukisan itu keluar dari bidang kanvas, figur itu akan lebih banyak bercerita. Berawal dari situlah Bayu mulai menggarap Wayang Rajakaya sebagai karya tugas akhirnya.
Ada maksud apa dibalik Wayang Rajakaya? “Membuat bentuk baru yang berbeda dan sesuai dengan keinginan kita” jawabnya malam itu. Seperti mengembalikan pengertian seni yang merupakan ekspresi jiwa. Penciptaan tokoh dengan bentuk seperti itu tidak serta merta dibuatnya dengan instan. Berawal dari kegemarannya menonton pertunjukan wayang, entah itu wayang purwa, wayang orang, wayang kancil maupun wayang golek. Selain itu sebelumnya lukisan Bayu juga berlatar belakang wayang purwa.
Wayang Rajakaya yang merupakan wayang kontemporer yang masih mengusung unsur tradisi di dalamnya. Ornamen lokal sebagai dekoratif dan cerita daerah yang telah dimodivikasi sedemikian rupa sebagai cerita yang dipertunjukkan. Musik yang mengiringinya sendiri merupakan gabungan dari alat musik modern dan tradisional. Mempelajari unsur-unsur lokal dan kemudian mengembangkannya menjadi sesuatu yang baru tanpa meninggalkan kelokalan tersebut. Melalui proses itulah Rajakaya menemukan jati dirinya dan dari jati diri itulah rajakaya bisa menglobal dengan cover lokalnya.
Bagaimana Rajakaya bisa sampai di Berlin dan beberapa negara di Eropa? Dari tahun 2002 sampai 2005 Bayu aktif dalam International Youth Converence (IYC) yang merupakan komunitas pemuda-pemuda dari berbagai negara. Dalam komunitas tersebut ada serangkaian kegiatan seperti seminar, diskusi , workshop dan pameran seni rupa. Dari situlah Bayu mampu menjalin jaringan kerja dengan seniman-seniman dari berbagai negara termasuk Eropa.
Tidak hanya menggelar pertunjukan wayang Rajakaya saja, Bayu juga masih aktif dalam kegiatan pameran selama menetap di Berlin-Jerman. Meskipun kendala bahan dan perlengkapan tak menghalangi kreatifitasnya untuk terus berkarya. “ Mempelajari lokalitas dan mengembangkannya untuk menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda, menciptakan keberagaman wayang dari yang sudah ada. Kelokalan itu yang menimbulkan jati diri kita di negeri orang dan membuat kita diterima oleh dunia”(fajar hidayah)