Kamis, 30 Januari 2014

Gayengnya Lukisan Bak Truk dan Efek Sampingnya






Foto oleh: M. Syaifudin (Ucil)
Lukisan bak truk tentunya bukan barang asing lagi. Apa lagi bagi masyarakat yang tinggal di kawasan yang sering dilalui oleh truk pengangkut. Sekalipun tidak tinggal di kawasan yang sering melihat sliwar-sliwer truk pengangkut, pastinya sering menjumpai ketika sedang  berkendara atau melintasi kawasan yang sering digunakan sebagai tongkrongan para sopir truk.
Di kawasan Mojosongo tepatnya di sekitar kampus dua ISI Surakarta, dapat dijumpai jejeran truk yang diparkir dan diistirahatkan sejenak oleh pengendaranya. Sejauh mata memandang memang tak banyak bak truk yang dilukis, namun masih dapat dijumpai walau satu dua bak. Mungkin karena kebanyakan truk yang diparkir di sana milik pabrik dan perusahaan besar makanya jarang ada yang dicorat coret. Pemandangan  akan berbeda ketika jalan-jalan ke Jawa Timur, nyaris semua bak truk entah bagian belakang atau samping selalu dihiasi lukisan dengan tulisan yang memberi kesan pada pengendara lain yang melihatnya.
Entah sejak kapan bak truk digunakan sebagai media melukis. Tidak jelas memang jika ditanya tentang asal usul kelahirannya. Tapi lukisan bak truk selalu memberi kesan yang sensasional. Bukan gambarnya, tapi tulisan-tulisan yang melengkapi gambarnya atau justru sebaliknya?
Lukisan dan tulisan pada bak truk itu sendiri dibuat oleh perusahaan variasi dan koroseri. Gambar dan tulisan pada bak truk dewasa ini bahkan sudah banyak yang menggunakan stiker bukan lagi lukis manual. Segala kreasi dan kreatifitas tertuang dalam karya lukis tersebut. Entah inspirasinya dari si pemilik truk, si pengemudi truk atau memang difungsikan untuk menghias truk. Sepertinya truk tak ingin kalah saing dengan super model yang tampil cantik dengan busana di atas cat walk, bak truk pun juga ingin tampil menawan di sepanjang jalan raya yang dilintasinya.
Gambar yang mempercantik bak truk jika dilihat dari kaca mata estetika tentu masih jauh dibanding karya-karya lukis pada kanvas para seniman yang dipamerkan di galeri-galeri atau dimuat dalam katalog. Namun apa tidak ada yang menarik atau yang indah dari lukisan bak truk? Yang membuat indah justru bukan dari gambarnya melainkan pada tulisan-tulisan yang menyertai gambarnya. Ketika membaca tulisan-tulisan itu banyak orang yang tertawa, entah bahagia atau geli yang jelas lukisan bak truk seolah menjadi rambu-rambu alternatif yang gayeng. Istilah gayeng sendiri juga agak ambigu jika dijabarkan, tidak jelas pengertiannya. Anggap saja sesuatu yang seru untuk disaksikan.
Permasalahannya kenapa tulisan-tulisan itu menjadi sesuatu yang gayeng dan seolah memberi kesan yang menghibur serta gampang diingat. Yah, seni jalanan memang dibuat dengan penyampaian yang sederhana dan lugas agar dapat secara langsung dimengerti oleh pengguna jalan. Sepintas lewat sepintas meresap. Meresap dalam ingatan maksutnya. Oleh karena itu tulisan pada bak truk tidak terlalu muluk-muluk dan cenderung menggunakan pemilihan kata yang akrap dengan masyarakat, cara gampangnya bahasa yang mudah dicerna serta bernada lucu.
Kalimat yang sering membekas dan sering muncul pada lukisan bak truk antara lain “ku tunggu jandamu”, sedot WC, rejekiku soko silitmu”, “cintamu tak seberat muatanku”, “pulang dimarahi nggak pulang dicari”, “do’a ibu menyertaimu”, “gadis soleh” dan masih banyak lainnya. Entah kenapa konotasi kalimat-kalimat tersebut beberapa terkesan ngeres, namun justru yang berkesan ngeres itu yang biasanya berkesan bagi pengendara lain yang membacanya. Belum lagi ilustrasi yang menjelaskan kalimat tersebut pun juga kadang digambar agak seronoh. Dan karakter perempuanlah yang sering muncul dalam ilustrasi tersebut.
Kenapa perempuan? Wajar saja, jawabannya adalah karena sopir truknya kebanyakan laki-laki dan sebagian besar yang diilustrasikan dalam lukisan tersebut berangkat dari pengalaman batin sopir dalam hiruk pikuk kehidupannya yang jauh dari keluarga. Sosok perempuan yang dimunculkan bisa saja sebagai pemanis, namun juga sebagai pelepas kerinduan pada istri mereka di rumah. Permasalahannya bukan pada perempuan tapi pada sensasi gayeng yang diberikan oleh tulisan-tulisan pada lukisan bak truk. Apa ya? Sama seperti slogan yang memberi kesan dan pengaruh. Tulisan pada lukisan bak truk yang singkat, padat, dengan bahasa yang merakyat walau terkadang tanpa muatan jadi gampang diingat oleh masyarakat pembacanya. Dan sesuatu yang tanpa muatan itulah terkadang yang menimbulkan sensasi gayeng.
Seolah lukisan yang awalnya dibuat untuk menghias bak truk, malah jadi tontonan pengguna jalan dan gambar yang menjadi point of interest justru dikalahkan oleh tulisan-tulisan yang awalnya bersifat memperjelas. “terkadang yang membuat berkesan justru tulisan bukan gambarnya” kata Ahsin Tohari mahasiswa Seni Rupa Murni ISI Surakarta selaku pengguna jalan yang kerap menjumpai tulisan pada lukisan bak truk.
Ngeres, lucu, gambaran dari kehidupan sang sopir truk atau bahkan sebuah do’a. Lukisan pada bak truk sifatnya hanya untuk menghias dan identitas perusahaan, itu pun jika yang dilukis adalah logo atau slogan perusahaan sebagai iklan berjalan juga bisa. Namun mayoritas lukisan bak truk dibuat untuk mempercantik truk.” Biar nggak bosen mbak, lihat bak truk yang polos” terang pak Aminudin, sopir truk yang ditemui di warung makan dekat parkiran truk daerah Mojosongo.
Apa hanya sekedar gayeng? Siapa yang menganggapnya gayeng? Gayeng tidaknya lukisaan bak truk tergantung dari siapa penikmatnya. Untuk orang yang berselera humor dan easy going tentu tulisan pada lukisan bak truk dianggap untuk seru-seruan. Apa penilaian seseorang sama akan suatu hal? Tentu saja tidak, sama halnya dengan selera masing-masing orang yang juga heterogen.
Melihat kondisi hal tersebut, jelas gambar-gambar pada bak truk beserta tulisannya memang saru dan terlalu fulgar. Serba terlalu lukisan bak truk itu. Kadang terlalu baik seperti tulisan “do’a ibu menyertaimu” dengan gambar perempuan tua berjilbab yang sedang berdo’a, namun juga terkadang sangat fulgar dan bisa dibilang kaya unsur pornografi seperti pada tulisan “ku tunggu jandamu” dengan gambar perempuan sexi berbaju merah yang serba minim dan pose menggoda. Jika bukan pose, tulisan rusuh itu juga kadang bisa mensugesti pikiran ke arah yang tidak baik.
Beberapa kalangan menganggap fenomena ini membawa dampak negatif disamping mampu memberi kegayengan tersendiri. Dampak negatif ini sangat berpengaruh pada anak-anak di bawah umur. Lukisan beserta tulisan tersebut tervisualkan pada bak truk yang bebas melintasi jalan raya. Secara otomatis tidak ada batasan usia bagi yang diperbolehkan untuk melihat maupun tidak. Istilahnya peredaran lukisan seronoh itu tidak melalui sensor sebelum turun ke jalan raya. Al hasil tak sedikit anak-anak yang melihat pemandangan yang tidak sepantasnya untuk dilihat. Secara tidak langsung lukisan bak truk yang bernada ngeres itu pun turut menyumbangknan pendidikan yang tidak baik pada anak-anak yang menyaksikannya. Sama halnya dengan tayangan televisi yang salah sasaran. Tayangan yang harusnya untuk dewasa namun ditayangkan pada jam tonton anak-anak, tentu akan memberi dampak kurang baik pada perkembangan mental dan psikologi anak-anak itu juga. Tapi masalahnya siapa yang memiliki kewenangan untuk mensensor lukisan-lukisan bak truk tersebut? Tentu saja kesadaran tersebut harus muncul dari semua pihak, tidak bisa hanya dari pemilik truk saja.
Di samping dampak negatif dari lukisan bak truk yang cenderung seronoh, beberapa kalangan juga menganggap lukisan pada bak truk mengganggu konsentrasi pengendara lain. Akibatnya di wilayah Solo muncul protes yang cukup besar pada pengadaan lukisan bak truk. Mungkin hal ini pula yang mengakibatkan lukisan pada bak truk sudah jarang bahkan sulit ditemukan. Munculnya protes tersebut dikarenakan sering terjadi kecelakaan lalu lintas akibat pikiran yang teralihkan ketika berkendara. Teralihkannya dikarenakan konsentrasi melihat gambar dan tulisan di depannya (bagian belakang bak truk). Terlalu asyik mengamati lukisan sampai tidak sadar kalau truk berhenti. Menyedihkan jika sebuah karya seni yang dibuat dengan tujuan memberi keindahan pada bak truk justru memakan korban jiwa. Namun tidak bisa dipungkiri bahwa lukisan tersebut memberikan spirit tersendiri pada sopir truk.
Membawa dampak negatif maupun positif atau memiliki pesan dan maksud tersendiri terhadap masyarakat pengguna jalan yang menyaksikan lukisan bak truk, lukisan ini hanya sepintas lewat dan secepat itu pula pesan itu dilupakan tapi bisa juga membekas ketika lukisan beserta tulisannya benar-benar mampu menarik perhatian pengguna jalan. Meresap tapi tak tahan lama karena sifatnya hanya sebentar namun mampu memberi efek yang tak terduga. Bisa hanya sekedar keseruan belaka atau bahkan sampai berdampak negatif pada anak-anak di bawah usia, bisa juga mensugesti sesuatu yang tidak sewajarnya. Misal saja ketika membaca kalimat “mama papa digoyang” membaca tulisan tersebut jelas mayoritas pengguna jalan akan berasumsi pada hubungan intim karena di sana menyebutkan kata mama dan papa.
 Sama halnya dengan poster atau iklan, menarik perhatian dan bersifat mensugesti. Ketika sudah lewat, ya sudah, ketertarikan itu pun ikut lewat namun belum tentu sugesti itu akan dengan mudah dilupakan. Walau sebentar namun cukup membuat para penikmatnya tersenyum ketika membacanya. Yah, itulah lukisan bak truk, karya seni jalanan, rambu-rambu alternatif yang memberi sensasi gayeng tersendiri dan serentet efek sampingnya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar